JAKARTA, — DPR RI mengatakan dukungan penuh terhadap lanjutan penulisan ulang sejarah Indonesia yang digagas Kementerian Kebudayaan. Kesepakatan itu tercapai dalam Rapat Kerja Komisi X bersama Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang digelar di Ruang Rapat Komisi X, Gedung Nusantara I, DPR RI, Senin, 26 Mei.
Mayoritas fraksi menyetujui pentingnya melanjutkan proyek penulisan sejarah tersebut. Hadir dalam rapat, Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian, 34 anggota DPR dari 8 fraksi, serta jajaran pejabat eselon I dan II Kementerian Kebudayaan, termasuk Wakil Menteri, Dirjen Pelindungan Kebudayaan, Direktur Sejarah dan Permuseuman, serta Tim Editor Umum Buku Sejarah Indonesia.
Hetifah menekankan perlunya transparansi dalam proses penulisan ulang sejarah. “Kami ingin tahu siapa saja yang dilibatkan, dan bagaimana proses ini dijalankan agar publik mendapat narasi sejarah yang sahih dan representatif,” ujarnya.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyebut proyek ini bertujuan menghapus bias kolonial dan membangun identitas nasional yang kuat melalui pendekatan Indonesia-sentris. Penulisan ulang juga diharapkan mampu menjawab tantangan globalisasi, membentuk karakter bangsa, serta menguatkan keterhubungan generasi muda dengan sejarah bangsanya.
“Masih banyak narasi sejarah yang kita pelajari hari ini belum sepenuhnya bebas dari pengaruh kolonial. Ini tidak cukup relevan bagi generasi muda. Karena itu, penulisan ulang sejarah bukan lagi pilihan, tapi keharusan,” tegas Menbud Fadli Zon.
Fadli menjelaskan bahwa penulisan sejarah Indonesia kali ini akan dilakukan secara inklusif dan multidisipliner, dengan melibatkan akademisi lintas bidang dan uji publik di tahap akhir. Buku ini akan disusun dalam 10 jilid, mulai dari Sejarah Awal Nusantara hingga Era Reformasi 1999–2024.
Tema-tema besar yang akan diangkat meliputi Sejarah Awal Nusantara, Pengaruh India dan Tiongkok, Interaksi dengan Timur Tengah, Hubungan dengan Barat, Perlawanan terhadap Penjajahan, Pergerakan Kebangsaan, Perang Kemerdekaan, Masa Pergolakan dan Integrasi Nasional, Orde Baru (1967–1998), dan Era Reformasi (1999–2024)
“Isi buku ini adalah garis besar sejarah, bukan uraian rinci. Yang penting adalah sudut pandangnya. Kita ingin sejarah ditulis dari perspektif Indonesia,” jelas Menbud Fadli.
Ia menambahkan, Indonesia telah vakum menulis sejarah nasional selama 26 tahun. Saat progres mencapai 70 persen, publik akan diajak berdiskusi dalam forum uji publik untuk menyempurnakan isi buku sebelum diterbitkan.
Posting Komentar