JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dengan tegas membantah tudingan yang menyebut data pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12 persen pada kuartal II 2025 telah dimanipulasi.
"Mana ada (permainan data/manipulasi data)," tegasnya kepada awak media, Selasa, 5 Agustus.
Dia menegaskan, angka tersebut merupakan kondisi di lapangan dan didukung oleh berbagai indikator ekonomi yang kuat, seperti pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang hampir mencapai 5 persen merupakan salah satu indikator utama.
"Kalau kita lihat kan konsumen konsumsi tumbuh tinggi. Sekitar 4,97 persen dan itu mewakili 54 persen (PDB)," ujarnya.
Selain konsumsi, ia juga menyoroti peningkatan investasi yang mencapai 6,99 persen, aktivitas ekonomi di sektor ritel, penggunaan uang elektronik, dan pertumbuhan bisnis digital turut menunjukkan tren positif.
"Kemudian investasi tumbuh 6,99 persen. Kemudian transaksi di eceran meningkat. Uang elektronik 6,26 persen. Kemudian marketplace tumbuh quarter to quarter 7,5 persen," ucapnya.
Airlangga juga menyampaikan sektor pariwisata turut memberikan kontribusi signifikan, dimana peningkatan mobilitas masyarakat melalui transportasi udara, darat, dan kereta api mendorong pertumbuhan perjalanan domestik dan kunjungan wisatawan.
"Itu perjalanan wisatawan nusantara tumbuh 22,3 persen. Wisatawan mancanegara tumbuh 23,32 persen," ungkapnya.
Dari sisi ketenagakerjaan, ia menyebutkan hampir 3,6 juta lapangan kerja tercipta dalam periode Februari ke Februari.
Meski demikian, Airlangga enggan menyebut daya beli masyarakat sudah sepenuhnya pulih dan hanya merujuk pada kinerja sejumlah emiten ritel sebagai gambaran umum.
"Kita lihat aja perusahaan publik yang di sektor retail. Itu yang satu semester. Apakah itu, saya nggak sebut. Tapi kan ada yang di sektor pasar modern. Ada sektor retail di mal. Itu dari tiga aja itu semua satu semesternya membaik," jelasnya.
Meski demikian, tidak semua pihak langsung menerima begitu saja klaim pemerintah mengenai pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12 persen tersebut.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda turut menyoroti angka pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12 persen pada kuartal II tahun 2025 yang dinilai penuh kejanggalan.
"Saya tidak percaya dengan data yang disampaikan (BPS) mewakili kondisi ekonomi yang sebenarnya," ujarnya kepada VOI, Selasa, 5 Agustus.
Dia mengungkapkan, setidaknya ada tiga poin kejanggalan yang menjadi sorotan yaitu pertama terkait pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 yang lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang memiliki momen Ramadan-Lebaran.
Huda menyampaikan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 tercatat sebesar 5,12 persen, lebih tinggi dibandingkan kuartal I yang hanya tumbuh 4,87 persen, padahal kuartal I memiliki momen Ramadan dan Lebaran yang biasanya mendorong aktivitas ekonomi secara signifikan.
Menurut Huda, hal ini bertolak belakang dengan pola tahun-tahun sebelumnya, di mana kuartal dengan momen Ramadan-Lebaran selalu mencatatkan pertumbuhan tertinggi.
Huda menilai pertumbuhan industri pengolahan tidak sejalan dengan indikator manufaktur dimana industri pengolahan tumbuh 5,68 persen pada kuartal II 2025, jauh lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya dan angka ini tidak selaras dengan data Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia yang berada di bawah 50 selama periode April–Juni 2025.
"Artinya perusahaan tidak melakukan ekspansi (tambahan produksi) secara signifikan. Selain itu, kondisi industri manufaktur juga tengah memburuk, dengan salah satu leading indikatornya adalah jumlah PHK yang meningkat 32 persen (YoY) selama periode Januari-Juni," ujarnya.
Huda menambahkan, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,96 persen pada kuartal II 2025, atau hampir stagnan dibandingkan kuartal I sebesar 4,95 persen.
Konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 50 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan tidak ada momen signifikan yang dapat menjelaskan lonjakan konsumsi ini.
"Konsumsi rumah tangga (RT) hanya tumbuh 4,96 persen. Dengan sumbangkan mencapai 50 persen dari PDB, nampak janggal karena pertumbuhan konsumsi RT triwulan I 2025 hanya 4,95 persen tapi pertumbuhan ekonomi di angka 4,87 persen. Tidak ada momen yang membuat peningkatan konsumsi rumah tangga meningkat tajam," tuturnya.
Lebih lanjut, Huda menambahkan, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) justru menurun dari 121,1 pada Maret menjadi 117,8 pada Juni 2025.
Sementara itu, meski Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) meningkat 6,99 persen, hal ini juga tidak sejalan dengan tren PMI manufaktur yang tetap berada di bawah batas ekspansi.
Huda menegaskan, ketidaksinkronan antara data pertumbuhan ekonomi dengan berbagai indikator utama (leading indicators) membuat dirinya meragukan keakuratan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
"BPS harusnya menjadi badan yang mengedepankan informasi data yang akurat tanpa ada intervensi pemerintah. BPS harus menjelaskan secara detail metodologi yang digunakan, termasuk indeks untuk menarik angka nilai tambah bruto sektoral dan juga pengeluaran," tegasnya.
Posting Komentar