JAKARTA – Wakil Ketua Umum ASPEBINDO, Jay Aryaputra Singgih, menegaskan bahwa bioenergi merupakan solusi paling konkret bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan trilema energi: keamanan pasokan, keberlanjutan lingkungan, dan pertumbuhan ekonomi.
Hal itu ia sampaikan saat membuka Diskusi Panel 2 bertajuk “Financing Bioenergy for Sustainable Growth” dalam rangkaian Indonesia Energy Outlook 2026 di The Westin Jakarta, Rabu 17 Desember.
“Hari ini kita berada di titik krusial di mana kita harus menyeimbangkan tiga hal sekaligus: energy security, keberlanjutan lingkungan, dan pertumbuhan ekonomi. Bioenergi adalah jawaban paling konkret karena bahan bakunya tumbuh di tanah kita sendiri,” ujar Jay dalam keteranganya, Kamis 18 Desember.
Ia menekankan bahwa transisi energi harus berlangsung inklusif dan memberi ruang bagi petani serta masyarakat daerah untuk menjadi pelaku utama.
“Prinsipnya no one left behind. Masyarakat lokal harus menjadi pemain utama, bukan sekadar penonton,” katanya.
Pernyataan Jay menjadi pengantar diskusi yang mempertemukan pembuat kebijakan, lembaga pembiayaan, BUMN energi, perbankan, dan pelaku industri untuk mengurai hambatan pendanaan sektor energi hijau.
Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamudin, dalam pidato kuncinya memperkenalkan gagasan Green Democracy, yang menurutnya menekankan keadilan wilayah dalam kebijakan energi.
“Kebijakan energi tidak boleh hanya didikte mekanisme pasar. Daerah penghasil biomassa harus merasakan langsung nilai tambahnya,” ujarnya.
Sultan mendorong pembentukan Dana Investasi Bioenergi Nasional dengan skema blended finance dan insentif fiskal untuk mengurangi risiko investasi.
Dari aspek pendanaan proyek, Direktur Keuangan Pertamina New & Renewable Energy (NRE), Mirna Wijayanti, menjelaskan bahwa proyek energi terbarukan masih menghadapi biaya modal yang tinggi karena dianggap berisiko.
“Strategi kami adalah unlocking value melalui perdagangan karbon dan kemitraan global. Kami mengejar pendanaan hijau dengan bunga lebih rendah agar keekonomian proyek tetap kompetitif,” katanya.
Direktur Biomassa PLN Energi Primer Indonesia, Hokkop Situngkir, menyampaikan pentingnya pembangunan pusat-pusat pengumpulan biomassa untuk menjaga keandalan pasokan dalam program co-firing PLTU.
“Kami membangun ekosistem biomassa. Tantangannya memastikan pasokan kontinu dari ribuan pemasok kecil, dan itu membutuhkan dukungan pembiayaan rantai pasok,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal APROBI, Ernest Gunawan, menekankan pentingnya kepastian regulasi bagi investor industri bahan bakar nabati. Ia mengingatkan bahwa roadmap bioenergi harus konsisten agar pelaku industri dapat menghitung kelayakan investasi secara akurat.
Dari sektor perbankan, perwakilan BNI Corporate Banking menyatakan kesiapan perbankan nasional mendukung pembiayaan hijau melalui kerangka Green Banking. Sementara itu, Direktur Umum dan Hukum LPDB Koperasi, Deva Rachman, menegaskan bahwa koperasi dapat menjadi penggerak utama dalam mengorganisir petani dan pemasok biomassa kecil melalui dukungan dana bergulir.
Forum yang dihadiri ratusan peserta ini menegaskan bahwa percepatan pengembangan bioenergi nasional bergantung pada kolaborasi erat antara pemerintah, industri, perbankan, dan koperasi, dengan kepastian regulasi dan pendanaan sebagai fondasi utama.
Posting Komentar